Makalah Kelompok 5
BIAYA
PADA SISTEM BAGI HASIL
![]() |
Disusun
Oleh;
NICHO
HADI WIJAYA 1521030487
Alamat
Website:
NichoHadiWijaya.blogspot.com
Dosen
Pengampu:
Anas
Malik, M.E.I
UIN
RADEN INTAN BANDAR LAMPUNG
FAKULTAS
SYARIAH
MUAMALAH
T.A.
2016/2017
KATA
PENGANTAR
Assalamualaikum wr.wb
Puji
syukur kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunianya penulis bisa
menyelesaikan makalah ini. Shalawat teriring salam tak lupa kita sanjung
agungkan kepada nabi kita Muhammad SAW yang mana kita nantikan syaffatnya di
yaumul kiyamah nanti. Terimakasih juga kepada semua pihak yang telah membantu dan
mendukung menyelesaikan makalah ini yang berjudul “biaya pada sistem bagi
hasil”
Terlepas dari itu semua penulis menyadari dalam penulisan
makalah ini masih sangat jauh dari kata sempurna, oleh sebab itu penulis sangat
memohon kepada semua pihak terutama Bapak Anas Malik serta teman-teman semua
agar kiranya memberikan kritik, saran, dan masukan kepada penulis. Agar dalam
penulisan makalah-maklah selanjutnya bisa lebih baik lagi.
Akhir kata penulis berharap makalah ini dapat manjadi sumber
pengetahuan dan insiprasi kepada para pembaca. Mungkin itu saja yang bisa
penulis sampaikan, kurang dan lebihnya penulis mengucapkan mohon maaf yang
sebesar-besarnya dan kepada allah mohon ampun.
Wassalamualaikum wr.wb
Bandar
Lampung, 02 Desember 2016
Penulis
DAFTAR
ISI
HALAMAN JUDUL............................................................................................... ...... i
KATA PENGANTAR............................................................................................ ...... ii
DAFTAR ISI............................................................................................................ ...... iii
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................... ...... 1
A.
Latar Belakang..................................................................................... ...... 1
B.
Rumusan Masalah................................................................................ ...... 1
C.
Tujuan Pembelajaran........................................................................... ...... 1
BAB II PEMBAHASAN......................................................................................... ...... 2
A.
Pengertian Bagi Hasil........................................................................... ...... 2
1.
Pengertian
Profit Sharing......................................................... ...... 1
2. Pengertian Revenue
Sharing .................................................... ...... 3
B. Jenis-jenis Akad Bagi Hasil.................................................................. ...... 4
1. Musyarakah (Joint
Venture Profit & Loss Sharing).............. ...... 4
2.
Mudharabah (Trustee Profit Sharing)..................................... ...... 4
C. Dampak Sistem Bunga VS Sistem
Bagi Hasil Dalam Analisis Biaya....... 4
D.
Kontroversi Sistem Bagi Hasil............................................................. ...... 7
BAB II PENUTUP.................................................................................................. ...... 10
A.
Kesimpulan............................................................................................ ...... 11
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................. ...... 11
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Jika
dalam mekanisme ekonomi konvensional menggunakan instrumen bunga, maka dalam
mekanisme ekonomi Islam dengan menggunakan instrumen bagi hasil. Salah satu
bentuk instrumen kelembagaan yang menerapkan instrumen bagi hasil adalah bisnis
dalam lembaga keuangan syari’ah. Mekanisme lembaga keuangan syari’ah dengan
menggunakan sistem bagi hasil, nampaknya menjadi salah satu alternatif bagi
masyarakat bisnis.
Jika berbicara tentang bagi hasil
tentunya yg akan timbul yaitu bagi hasil yang dilakukan bank syariah kepada
nasabahnya, namun karena ini adalah makalah bagi hasil dalam ekonomi islam,
pemakalah hanya akan membahas pokok pokok pemrasalahan bagi hasil dalam
presfektif islam khusunya kajian ekonomi islam. Dengan adanya makalah ini
diharapkan setiap mahasiswa mampu mengetahui dan memahami tentang sistem bagi
hasil
B.
Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud
dengan bagi hasil?
2. Bagaimana dampak
sistem bunga vs sistem bagi hasil?
3. Mengapa sistem bagi
hasil menjadi kontroversi?
C.
Tujuan Pembelajaran
1. Agar setiap
mahasiswa mengerti tentang bagaimana mekanisme sistem bagi hasil
2. Diharapkan mahasiswa
paham mengenai dampak sistem bunga vs sistem bagi hasi
3. Agar mahasiswa
mengerti mengapa sistem bagi hasil menjadi kontroversi
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Bagi Hasil
Sistem bagi hasil merupakan sistem
di mana dilakukannya perjanjian atau ikatan bersama di dalam melakukan kegiatan
usaha. Di dalam usaha tersebut diperjanjikan adanya pembagian hasil atas
keuntungan yang akan di dapat antara kedua belah pihak atau lebih. Bagi hasil
dalam sistem perbankan syari’ah merupakan ciri khusus yang ditawarkan kapada
masyarakat, dan di dalam aturan syari’ah yang berkaitan dengan pembagian hasil
usaha harus ditentukan terlebih dahulu pada awal terjadinya kontrak (akad).
Besarnya penentuan porsi bagi hasil antara kedua belah pihak ditentukan sesuai
kesepakatan bersama, dan harus terjadi dengan adanya kerelaan di masing-masing
pihak tanpa adanya unsur paksaan. Mekanisme perhitungan bagi hasil yang
diterapkan di dalam perbankan syari’ah terdiri dari dua sistem, yaitu: profit
sharing, revenue sharing.
1. Pengertian Profit Sharing
Profit sharing menurut etimologi
Indonesia adalah bagi keuntungan. Dalam kamus ekonomi diartikan pembagian laba.
Profit secara istilah adalah perbedaan yang timbul ketika total pendapatan
(total revenue) suatu perusahaan lebih besar dari biaya total (total
cost). Di dalam istilah lain profit sharing adalah perhitungan bagi hasil
didasarkan kepada hasil bersih dari total pendapatan setelah dikurangi dengan
biaya-biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan tersebut.
Sistem profit and loss sharing dalam
pelaksanaannya merupakan bentuk dari perjanjian kerjasama antara pemodal
(Investor) dan pengelola modal (enterpreneur) dalam menjalankan kegiatan usaha
ekonomi, dimana di antara keduanya akan terikat kontrak bahwa di dalam usaha
tersebut jika mendapat keuntungan akan dibagi kedua pihak sesuai nisbah
kesepakatan di awal perjanjian, dan begitu pula bila usaha mengalami kerugian
akan ditanggung bersama sesuai porsi masing-masing. Kerugian bagi pemodal
tidak mendapatkan kembali modal investasinya secara utuh ataupun keseluruhan,
dan bagi pengelola modal tidak mendapatkan upah/hasil dari jerih payahnya atas
kerja yang telah dilakukannya.
Keuntungan yang didapat dari hasil
usaha tersebut akan dilakukan pembagian setelah dilakukan perhitungan terlebih
dahulu atas biaya-biaya yang telah dikeluarkan selama proses usaha. Keuntungan
usaha dalam dunia bisnis bisa negatif, artinya usaha merugi, positif berarti
ada angka lebih sisa dari pendapatan dikurangi biaya-biaya, dan nol artinya
antara pendapatan dan biaya menjadi balance. Keuntungan yang dibagikan adalah
keuntungan bersih (net profit) yang merupakan lebihan dari selisih atas
pengurangan total cost terhadap total revenue.
2. Pengertian Revenue Sharing
Revenue Sharing berasal dari bahasa
Inggris yang terdiri dari dua kata yaitu, revenue yang berarti; hasil,
penghasilan, pendapatan. Sharing adalah bentuk kata kerja dari share yang
berarti bagi atau bagian. Revenue sharing berarti pembagian hasil, penghasilan
atau pendapatan. Revenue (pendapatan) dalam kamus ekonomi adalah hasil uang
yang diterima oleh suatu perusahaan dari penjualan barang-barang (goods) dan
jasa-jasa (services) yang dihasilkannya dari pendapatan penjualan (sales
revenue). Dalam arti lain revenue merupakan besaran yang mengacu pada perkalian
antara jumlah out put yang dihasilkan dari kagiatan produksi dikalikan dengan
harga barang atau jasa dari suatu produksi tersebut. Di dalam revenue terdapat
unsur-unsur yang terdiri dari total biaya (total cost) dan laba (profit). Laba
bersih (net profit) merupakan laba kotor (gross profit) dikurangi biaya
distribusi penjualan, administrasi dan keuangan.
Berdasarkan devinisi di atas dapat
di ambil kesimpulan bahwa arti revenue pada prinsip ekonomi dapat diartikan
sebagai total penerimaan dari hasil usaha dalam kegiatan produksi, yang
merupakan jumlah dari total pengeluaran atas barang ataupun jasa dikalikan
dengan harga barang tersebut. Unsur yang terdapat di dalam revenue meliputi
total harga pokok penjualan ditambah dengan total selisih dari hasil pendapatan
penjualan tersebut. Tentunya di dalamnya meliputi modal (capital) ditambah
dengan keuntungannya (profit).
Berbeda dengan revenue di dalam arti
perbankan. Yang dimaksud dengan revenue bagi bank adalah jumlah dari
penghasilan bunga bank yang diterima dari penyaluran dananya atau jasa atas
pinjaman maupun titipan yang diberikan oleh bank. Revenue pada perbankan
Syari'ah adalah hasil yang diterima oleh bank dari penyaluran dana (investasi)
ke dalam bentuk aktiva produktif, yaitu penempatan dana bank pada pihak lain.
Hal ini merupakan selisih atau angka lebih dari aktiva produktif dengan hasil
penerimaan bank. Perbankan Syari'ah memperkenalkan sistem pada masyarakat
dengan istilah Revenue Sharing, yaitu sistem bagi hasil yang dihitung dari
total pendapatan pengelolaan dana tanpa dikurangi dengan biaya pengelolaan
dana. Lebih jelasnya Revenue sharing dalam arti perbankan adalah
perhitungan bagi hasil didasarkan kepada total seluruh pendapatan yang diterima
sebelum dikurangi dengan biaya-biaya yang telah dikeluarkan untuk memperoleh
pendapatan tersebut. Sistem revenue sharing berlaku pada pendapatan bank yang
akan dibagikan dihitung berdasarkan pendapatan kotor (gross sales), yang
digunakan dalam menghitung bagi hasil untuk produk pendanaan bank.
B. Jenis-jenis Akad Bagi Hasil
Bentuk-bentuk kontrak kerjasama bagi
hasil dalam perbankan syariah secara umum dapat dilakukan dalam empat akad,
yaitu Musyarakah, Mudharabah, Muzara’ah dan Musaqah. Namun, pada penerapannya
prinsip yang digunakan pada sistem bagi hasil, pada umumnya bank syariah
menggunakan kontrak kerjasama pada akad Musyarakah dan Mudharabah.
1. Musyarakah (Joint Venture Profit & Loss
Sharing)
Adalah mencampurkan salah satu dari
macam harta dengan harta lainnya sehingga tidak dapat dibedakan di antara keduanya.
Dalam pengertian lain musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau
lebih untuk suatu usaha tertentu di mana masing-masing pihak memberikan
kontribusi dana (atau amal/expertise) dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan
resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.
2. Mudharabah (Trustee Profit Sharing)
Adalah suatu pernyataan yang
mengandung pengertian bahwa seseorang memberi modal niaga kepada orang lain
agar modal itu diniagakan dengan perjanjian keuntungannya dibagi antara dua
belah pihak sesuai perjanjian, sedang kerugian ditanggung oleh pemilik modal.[1]
C.
Dampak Sistem Bunga Vs Sistem Bagi Hasil dalam Analisis Biaya
Karakteristik dari sistem bunga
dalam analisis biaya produksi adalah biaya bunga yang harus dibayarkan oleh
produsen bersifat tetap. Sehingga biaya bunga menjadi bagian dari fixed cost,
dengan kata lain, berapapun jumlah output yang diproduksi bunga tetap harus
dibayar. konsekuensi lebih lanjut, keberadaan biaya bunga akan meningkatkan
total biaya (TC-TC). Dengan menggunakan sistem bagi hasil hal ini tidak
terjadi. Naiknya total cost akan mendorong Break Even Point dari titik Q ke Qi.
Untuk mengilustrasikan perbedaan dampak dari penggunaan bunga pada sistem bagi
hasil dapat digambarkan pada tabel dibawah ini.
Seorang
yang menanam padi menghadapi kendala pasar beras sebagai berikut; harga jual
beras yang diminta pasar adalah Rp2.000,00 per satu kilogram, bila dua
kilogram, makan penerimaannya dari penjualan beras adalah Rp4.000,00 dan
seterusnya. Adanya beban bunga yang harus dibayar produsen sama sekali tidak
akan memengaruhi kurva penerimaan. Oleh karena itu, kurva total penerimaan (TR)
dalam sistem bunga adalah Tri=TR.
Berbeda dengan sistem bunga, pada
sistem bagi hasil, kurva fixed cost tidak terpengaruh, tetapi pemberlakuan
sistem ini akan berpengaruh terhadap kurva TR (total revenue). Misalkan pada
saat masa tanam, si petani membutuhkan sejumlah dana dari seorang shahibul
maal. Diasumsikan antara petani dan shihabul maal membuat kesepakatan bahwa
nisbah hasil adalah 70:30 dari penerimaan (70% untuk petani, 30% untuk
pemodal/shahibul maal). Contoh, bila terjual satu kilogram, maka bagi hasil
yang diterima petani adalah Rp1.400,00, sedangkan porsi bagi hasil untuk
shahibul maal adalah Rp600,-. Bila dua kg maka Rp2.800,00 untuk petani dan
seterusnya.
Jumlah terjual/(kg)
|
Penerimaan (Rp)
|
Bagi hasil (Rp)
|
1
2
3
4
5
dst
|
2.000
4.000
6.000
8.000
10.000
dst
|
1.400
2.800
4.200
5.600
7.000
dst
|
Jadi
bila dalam sistem bunga yang berubah adalah kurva TC yaitu kurva TC akan
bergeser pararel ke kiri atas, sedangkan dalam sistem bagi hasil yang berubh
adalah kurva TR akan berputar kearah jarum jam dengan titik 0 sebagai sumbu
putarnya. Semakin besar nisbah bagi hasil yang diberikan pemodal (ekstrimnya
limit dari nisbah 0:100) maka kurva TR itu semakin mendekati horizontal sumbu
X.
Titik
BEP adalah impas, yaitu ketika kurva TR berpotongan dengan kurva TC, atau
secara matematis titik BEP terjadi ketika TR=TC. Dengan berputarnya kurva total
penerimaan dari TR menjadi TRrs, titik BEP yang tadinya terjadi pada jumlah
output Q
sekarang menjadi pada
jumlah output Qrs.









FC (fixed cost0
![]() |
Q Qrs
Sistem
bagi hasil (revenue sharing) akan mamutar total penerimaan (TR) dari TR ke
TRrs. Sehingga jumlah output (Q) yang terjual pada saat Break Event Point
berada pada level yang lebih besar (Qrs >Q).
Dari
sisi BEP, kita tidak dapat menjawab pertanyaan apakah penggunaan sistem bunga
akan membawa perilaku produsen untuk berproduksi pada tingkat output yang lebih
kecil, lebih besar atau sama dengan tingkat output sistem bagi hasil?
Di
kedua sisi sistem ini, kita mendapatkan bahwa Qi>Q dan Qrs>Q. Apakah
Qi>Qrs atau Qi<Qrs atau Qi=Qrs ditentukan dari beberapa besar bunga dibandingkan
dengan berapa besar nisbah bagi hasil. Perbedaannnya adalah pada penyebabnya,
bila Qi disebabkan naiknya Tc, maka Qrs disebabkan berputarnya TR. Yang pasti
adalah bahwa kedua sistem, naik sistem bunga maupun revenue sharing akan
menggeser Q menjadi lebih besar. Kenapa bisa demikian? Logika sederhananya
begini, bila si petani dalam memproduksi padi tanpa menggunakan sumber modal
dari pihak lain maka si petani akan berproduksi dan menjual berasnya pada
jumlah yang menyebabkan atau paling sedikit memberikan keuntungan. Contoh
keuntungan baru akan didapat apabila jumlah
beras yang diproduksi minimal 100 kg. Namun, apabila sipetani tersebut
menggunakan sumber dana (baik dengan sistem bunga maupun bagi hasil) maka
tuntutan untuk memenuhi keuntungan minimal adalah lebih besar dari 100kg.
Tuntutan ini sebagai konsekuensi atas pembayaran bunga dan bagi hasil yang
harus dibagi ke pihak lain. Misalkan, dengan adanya konsekuensi pembayaran
bunga atau bagi hasil, keuntungan minimalk baru akan didapat apabila jumlah
beras yang diproduksi minimal 120kg. Dengan demikian, karena adanya konsekuensi
pembayaran kepada pihak ketiga, maka produsen akan terdorong untuk memproduksi
barang pada jumlah yang lebih besar.[2]
D. Kontroversi Sistem Bagi Hasil
Aapabila
tanah disewakan dengan sistem bagi hasil, maka disini pemilik tanah akan
berbagi hasil dan resiko atas panenan tanah dengan penyewa tanah, misalnya
sepertiga, setengah, seperempat atau berapa saja berdasarkan perjanjian yang
disepakati bersama. Jadi, pada saat dilakukan penyewaan tanah antara dua pihak
ini hanya bersepakat tentang porsi bagi hasilnya, sedangkan secara nyata bagi
hasil yang diperoleh baru diketahui setelah panen dilakukan. Sistem bagi hasil
seperti ini disebut muzara’ah apabila dilakukan atas tanah pertanian dan
disebut musaqah apabila dilakukan atas tanah perkebunan. Dari segi istilah,
sistem bagi hasil ini sebenanya tidak tepat jika disebut sewa tetapi lebih
tepat disebut kerjasama pengelolah tanah.
Kebanyakan ulama yang mendukung
sistem sewa tanah dengan bagi hasil, miasalnya madzhab hanafi, abu yunus,
Muhammad bin Sirin, Allama Sharkashi, Abdul Rahman Jazairi, dan lain-lain.
Berpendapat bahwa sistem ini lebih dekat kepada keadlilan dibandingkan dengan
sistem sewa tetap (Rahman, 1995, h.272-278). Sistem ini pada hakekatnya adalah
sama dengan mudharabah biasa, dimana ia adalah perjanjian kerjasama antara
pemilik tanah dengan penyewa tanah. Pemilik tanah adalah shahib al maal karena
ia memberi kontribusi tanah (dianalogikan dengan uang) sementara penggarap atau
penyewa tanah mudharib karena ia memberi kontribusi wirausaha atau tenaga.
Kerjasama muzara’ah atau musaqah dipandang lebih adil, mencerminkan sikap
tolong menolong, dan lebih sehat bagi kegiatan ekonomi karena antara penyewa tanah
dan pemilik tanah akan menikmati hasil dan menanggung kerugian secara
prifesional, sementara dalam sistem sewa teteap tidak ada pembagian yang
seperti ini. Lagi pula, jika tanah yang disewaka ini digunakan untuk pertanian
maka hasil dari panenan memiliki ketidakpastian yang tinggi, sebab pertanian
banyak tergantung pada keadaan alam. Karena adanya ketidakpastian inilah maka
penyewaan dengan sistem sewa tetap lebih beresiko menimbulkan ketidakadilan
dibandingkan dengan menggunakn sistem bagi hasil.
Dasar legalitas sistem bagi hasil
dalam pengolahan tanah disandarkan pada beberpa faktor historis berikut ini:
1.Abdullah
Bin Umar meriwayatkan, ketika wilayah Khaibar jatuh ketangan kaum muslimin maka
sebagian wilayah itu dijadikan milik negara dan sebagian lain dibagikan
dikalangan tentara. Kaum yahudi meminta kepada Rasulullah saw agar diizinkan
untuk menetap dan mereka akan menggarap tanah dan bersedia menerima separuh
dari hasil garapan tanah tersebut. Rasulullah meyetujui tetapi dengan memberi
peringatan kepada mereka bahwa mereka harus bersedia meninggalkan tanah
tersebut jika mereka melanggar perjanjian tersebut atau negara ingin mengambil
(menggunakan) tanah tersebut.
2.
Abu Hurairah berkata bahwa ketika rasululllah saw berhijrah ke madinah kaum
anshar menginginkan agar kebun mereka dibagi dua antara mereka dengan kaum
muhajirin (pendatang muslim dari makkah). Rasulullah tidak menyetujui
permintaan mereka. Setelah itu, kaum anshar meminta kepada kaum muhajirin untuk
mejaga/mengolah kebun-kebun mereka dan kemudian hasil tersebut dibagi diantara
mereka. Rasulullah kemudian menyutujui cara ini.
Beberapa
sahabat Rasulullah, misalnya Abu Bakar, Umar Bin Khatab, Usman Bin Affan,
melaukan kerjasama bagi hasil ini. Diriwayatkan bahwa Usman bin Affan memberikan
beberapa lahan kepada Abdullah bin Mas’ud, Amir bin Yaasr, Khubab Bin Arfat,
dan Sa’ad bin Jabal telah memberikan tanahnya kepada sahabat lain dengan
berbagi hasil selama masa Rasulullah saw, Abu bakar, Umar dan Usman.
Akan tetapi juga banyak ulama yang
tidak sependapat dengan sistem bagi hasil dalam pengelolah tanh ini, termasuk
Imam Malik, Imam Syafi’i dan Iman Abu Hanifah. Imam Abu Hanifah berpendapat
bahwa: pertama, Rasulullah saw dengan tegas telah melarang mukhabira, yang
dalam bahasa daerah di Madinah diangap memiliki makna yang sama denga
muzara’ah, yaitu memadukan penggarapannya antara pemilik tanah dan penggarap
yang menyepakati bahwa apapun yang dihasilakan tanah tersebut keduanya akan
mendapat bagian tertentu. Kedua, membuat perjanjian pengelohan dengan menyewa
tenaga kerja untuk memperoleh sebagia dari hasil produksi sehingga nampak
seperti kafiz tahhan yang terlarang itu, jadi dengan sendirinya perjanjian tersebut
menjadi terlarang pula. Ketiga, kadar sewanya tergantung jika tanah itu
berproduksi berarti ada hasil yang diperoleh tetapi jika rusak maka tidak ada
hasil yang diperoleh, jadi sewa menyewa tidak tetap. Oleh karena itu, sistem
ini menjadi terlarang.
Beberapa pendapat yang tidak setuju
dengan bagi hasil juga memberikan penafsiran kritis atas pengolah tanah yang
dilakukan Rasulullah Saw di Khaibar (yang banyak dijadikan sandaran keabsahan
sistem bagi hasil) bahwa:
1.
Tanah di Khaibar berupa rimba belantara, bukan berupa tanah bersih. Tanaman
yang terdapat dipermukaan tanah tersebut lebih sedikit daripada hamparan
pepohonan, sehingga tanaman tersebut mengikuti pepohonannya, atau lebih dominan
pohonnya. Oleh karena itu apa yang dilalkukan rasulullah terhadap tanah khaibar
ini tidak termasuk penyewaan tanah, melainkan mengairi dengan
pembagian-pembagian separuh hasil buahnya untuk penyiram tanah tersebut.
2.
Kejadian di Khaibar tidak menampakannya suatu penyewaan tanah atau kerjasama
pengolahan tanah tetapi lebih bersifat semacam pembayaran upeti (kepada negara),
yang boleh dibayarkan dengan hasil bumi sesuai dengan kesepakatan atau
kemampuan mereka.
Hal lain yang juga dipertanyakan
adalah tentang anggapan bahwa sistem bagi hasil disini adalah sama dengan
mudharabah biasa. Apakah pemilik tanah benar-benar dapat disamakan dengan
shahib al maal dan penggarap atau penyewa tanah adalah mudharib? apakah tanah
dapat disamakan denga uang? ketidak sepakatan dengan sistem bagi hasil juga
dilandasi, anatara lain oleh hadist berikut. Menurut Rafi’i bin Khadij, keluarganya
pernah membeli tanah dan memberikaknya (kepada orang lain) untuk digarap dengan
sistem bagi hasil, yaitu mengambil sepertiga atau seperempat atau sejumlah yang
telah ditetapkan atas produksi tanah tersebut. Suatu hari salah seoarang
pamamnya menemuinya dan menyatakan bahwa Rasulullah telah melarang mereka
melakukan suatu urusan yang mendatangkan keuntungan, yaitu menyerahkan tanah
dengan persewaan dan pembagian hasil dengan mengabil sepertiga atau seperempat
atau sautu ketentuan jumlah. Beliau memerintahkan keapda pemilik tanah agar
menggarap tanah mereka sendiri atau menyerahkan kepada orang lain secara
Cuma-Cuma. (HR Muslim).[3]
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari pemaparan materi diatas dapat diambil kesimpulan
bahwa, dalam praktek bagi hasil ekonomi islam tentu berkaitan erat dengan
praktek bagi hasil dalam perbankan syariah. Walaupun dalam prakteknya sistem bagi
hasil hanya dilakukan oleh lembaga-lembaga keuangan syariah saja.
Sistem bagi hasil ini tentunya tidak akan berjalan mulus
apabila kedua belah pihak tidak mematuhi peraturan yang ada dan melanggar akad
perjanjian tersebut. Sistem bagi hasil yang ada pada jaman Rasulullah saw
menjadi pro dan kontra karena ada beberapa yang berpendapat hal itu masih boleh
dilakukan dan ada juga yang berpendapat bahwa hal itu tidak boleh
diperbolehkan.
Demikianlah materi ini disampaikan berdasrkan sumber-sumber
yang tepat dan akurat, semoga bermanfaat bagi kita semua
DAFTAR
PUSTAKA
http://pengertian-pengertian-info.blogspot.co.id/2015/12/pengertian-pendapatan-bagi-hasil.html,
4 desember 2016
Adiwarman A Karim, Ekonomi Mikro Islami, Edisi Ketiga, PT
Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2010.
M.B. Hendri Anto, Pengantar Ekonomika Mikro Islami, Edisi
Pertama, Jalasutra, Yogyakarta, 2003.
[1]
http://pengertian-pengertian-info.blogspot.co.id/2015/12/pengertian-pendapatan-bagi-hasil.html, 4 desember 2016
[2]
Adiwarman A Karim, Ekonomi Mikro Islami, Edisi Ketiga, PT
Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2010, Hal 113
[3]
M.B. Hendri Anto, Pengantar Ekonomika Mikro Islami, Edisi
Pertama, Jalasutra, Yogyakarta, 2003.Hal 197
Harrah's Las Vegas | The Strip, NV Jobs | JTHub
BalasHapusLocated on 남양주 출장샵 the famous strip in 보령 출장안마 Las Vegas, 안양 출장샵 Harrah's 익산 출장안마 Las Vegas is an easy drive to Las Vegas and easy to get from The LINQ Hotel & Casino. 광주광역 출장안마 Rating: 3.9 · 11,657 reviews