Rabu, 07 Desember 2016



Makalah Kelompok 5

BIAYA PADA SISTEM BAGI HASIL



 










Disusun Oleh;
NICHO HADI WIJAYA      1521030487
Alamat Website:
NichoHadiWijaya.blogspot.com
Dosen Pengampu:
Anas Malik, M.E.I


UIN RADEN INTAN BANDAR LAMPUNG
FAKULTAS SYARIAH
MUAMALAH
T.A. 2016/2017
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb
           
Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunianya penulis bisa menyelesaikan makalah ini. Shalawat teriring salam tak lupa kita sanjung agungkan kepada nabi kita Muhammad SAW yang mana kita nantikan syaffatnya di yaumul kiyamah nanti. Terimakasih juga kepada semua pihak yang telah membantu dan mendukung menyelesaikan makalah ini yang berjudul “biaya pada sistem bagi hasil”
            Terlepas dari itu semua penulis menyadari dalam penulisan makalah ini masih sangat jauh dari kata sempurna, oleh sebab itu penulis sangat memohon kepada semua pihak terutama Bapak Anas Malik serta teman-teman semua agar kiranya memberikan kritik, saran, dan masukan kepada penulis. Agar dalam penulisan makalah-maklah selanjutnya bisa lebih baik lagi.
            Akhir kata penulis berharap makalah ini dapat manjadi sumber pengetahuan dan insiprasi kepada para pembaca. Mungkin itu saja yang bisa penulis sampaikan, kurang dan lebihnya penulis mengucapkan mohon maaf yang sebesar-besarnya dan kepada allah mohon ampun.

Wassalamualaikum wr.wb

                                                                                    Bandar Lampung, 02 Desember 2016


                                                                                                                                                                                                                                                            Penulis







DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL............................................................................................... ...... i
KATA PENGANTAR............................................................................................ ...... ii
DAFTAR ISI............................................................................................................ ...... iii
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................... ...... 1
              A. Latar Belakang..................................................................................... ...... 1
              B. Rumusan Masalah................................................................................ ...... 1  
              C. Tujuan Pembelajaran........................................................................... ...... 1
BAB II PEMBAHASAN......................................................................................... ...... 2
              A. Pengertian Bagi Hasil........................................................................... ...... 2
                          1. Pengertian Profit Sharing......................................................... ...... 1
                          2. Pengertian Revenue Sharing .................................................... ...... 3
              B. Jenis-jenis Akad Bagi Hasil.................................................................. ...... 4
                          1. Musyarakah (Joint Venture Profit & Loss Sharing).............. ...... 4  
                          2. Mudharabah (Trustee Profit Sharing)..................................... ...... 4
              C. Dampak Sistem Bunga VS Sistem Bagi Hasil Dalam Analisis Biaya....... 4
              D. Kontroversi Sistem Bagi Hasil............................................................. ...... 7
BAB II PENUTUP.................................................................................................. ...... 10
              A. Kesimpulan............................................................................................ ...... 11
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................. ...... 11
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Jika dalam mekanisme ekonomi konvensional menggunakan instrumen bunga, maka dalam mekanisme ekonomi Islam dengan menggunakan instrumen bagi hasil. Salah satu bentuk instrumen kelembagaan yang menerapkan instrumen bagi hasil adalah bisnis dalam lembaga keuangan syari’ah. Mekanisme lembaga keuangan syari’ah dengan menggunakan sistem bagi hasil, nampaknya menjadi salah satu alternatif bagi masyarakat bisnis.
            Jika berbicara tentang bagi hasil tentunya yg akan timbul yaitu bagi hasil yang dilakukan bank syariah kepada nasabahnya, namun karena ini adalah makalah bagi hasil dalam ekonomi islam, pemakalah hanya akan membahas pokok pokok pemrasalahan bagi hasil dalam presfektif islam khusunya kajian ekonomi islam. Dengan adanya makalah ini diharapkan setiap mahasiswa mampu mengetahui dan memahami tentang sistem bagi hasil

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan bagi hasil?
2. Bagaimana dampak sistem bunga vs sistem bagi hasil?
3. Mengapa sistem bagi hasil menjadi kontroversi?

C. Tujuan Pembelajaran
1. Agar setiap mahasiswa mengerti tentang bagaimana mekanisme sistem bagi hasil
2. Diharapkan mahasiswa paham mengenai dampak sistem bunga vs sistem bagi hasi
3. Agar mahasiswa mengerti mengapa sistem bagi hasil menjadi kontroversi
                                                                                                                                  



BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Bagi Hasil
Sistem bagi hasil merupakan sistem di mana dilakukannya perjanjian atau ikatan bersama di dalam melakukan kegiatan usaha. Di dalam usaha tersebut diperjanjikan adanya pembagian hasil atas keuntungan yang akan di dapat antara kedua belah pihak atau lebih. Bagi hasil dalam sistem perbankan syari’ah merupakan ciri khusus yang ditawarkan kapada masyarakat, dan di dalam aturan syari’ah yang berkaitan dengan pembagian hasil usaha harus ditentukan terlebih dahulu pada awal terjadinya kontrak (akad). Besarnya penentuan porsi bagi hasil antara kedua belah pihak ditentukan sesuai kesepakatan bersama, dan harus terjadi dengan adanya kerelaan di masing-masing pihak tanpa adanya unsur paksaan. Mekanisme perhitungan bagi hasil yang diterapkan di dalam perbankan syari’ah terdiri dari dua sistem, yaitu: profit sharing, revenue sharing.

1. Pengertian Profit Sharing
Profit sharing menurut etimologi Indonesia adalah bagi keuntungan. Dalam kamus ekonomi diartikan pembagian laba. Profit secara istilah adalah perbedaan yang timbul ketika total pendapatan (total revenue) suatu perusahaan lebih besar dari biaya total (total cost). Di dalam istilah lain profit sharing adalah perhitungan bagi hasil didasarkan kepada hasil bersih dari total pendapatan setelah dikurangi dengan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan tersebut.
Sistem profit and loss sharing dalam pelaksanaannya merupakan bentuk dari perjanjian kerjasama antara pemodal (Investor) dan pengelola modal (enterpreneur) dalam menjalankan kegiatan usaha ekonomi, dimana di antara keduanya akan terikat kontrak bahwa di dalam usaha tersebut jika mendapat keuntungan akan dibagi kedua pihak sesuai nisbah kesepakatan di awal perjanjian, dan begitu pula bila usaha mengalami kerugian akan ditanggung bersama sesuai porsi masing-masing. Kerugian bagi pemodal tidak mendapatkan kembali modal investasinya secara utuh ataupun keseluruhan, dan bagi pengelola modal tidak mendapatkan upah/hasil dari jerih payahnya atas kerja yang telah dilakukannya. 
Keuntungan yang didapat dari hasil usaha tersebut akan dilakukan pembagian setelah dilakukan perhitungan terlebih dahulu atas biaya-biaya yang telah dikeluarkan selama proses usaha. Keuntungan usaha dalam dunia bisnis bisa negatif, artinya usaha merugi, positif berarti ada angka lebih sisa dari pendapatan dikurangi biaya-biaya, dan nol artinya antara pendapatan dan biaya menjadi balance. Keuntungan yang dibagikan adalah keuntungan bersih (net profit) yang merupakan lebihan dari selisih atas pengurangan total cost terhadap total revenue. 

2. Pengertian Revenue Sharing 
Revenue Sharing berasal dari bahasa Inggris yang terdiri dari dua kata yaitu, revenue yang berarti; hasil, penghasilan, pendapatan. Sharing adalah bentuk kata kerja dari share yang berarti bagi atau bagian. Revenue sharing berarti pembagian hasil, penghasilan atau pendapatan. Revenue (pendapatan) dalam kamus ekonomi adalah hasil uang yang diterima oleh suatu perusahaan dari penjualan barang-barang (goods) dan jasa-jasa (services) yang dihasilkannya dari pendapatan penjualan (sales revenue). Dalam arti lain revenue merupakan besaran yang mengacu pada perkalian antara jumlah out put yang dihasilkan dari kagiatan produksi dikalikan dengan harga barang atau jasa dari suatu produksi tersebut. Di dalam revenue terdapat unsur-unsur yang terdiri dari total biaya (total cost) dan laba (profit). Laba bersih (net profit) merupakan laba kotor (gross profit) dikurangi biaya distribusi penjualan, administrasi dan keuangan.
Berdasarkan devinisi di atas dapat di ambil kesimpulan bahwa arti revenue pada prinsip ekonomi dapat diartikan sebagai total penerimaan dari hasil usaha dalam kegiatan produksi, yang merupakan jumlah dari total pengeluaran atas barang ataupun jasa dikalikan dengan harga barang tersebut. Unsur yang terdapat di dalam revenue meliputi total harga pokok penjualan ditambah dengan total selisih dari hasil pendapatan penjualan tersebut. Tentunya di dalamnya meliputi modal (capital) ditambah dengan keuntungannya (profit).
Berbeda dengan revenue di dalam arti perbankan. Yang dimaksud dengan revenue bagi bank adalah jumlah dari penghasilan bunga bank yang diterima dari penyaluran dananya atau jasa atas pinjaman maupun titipan yang diberikan oleh bank. Revenue pada perbankan Syari'ah adalah hasil yang diterima oleh bank dari penyaluran dana (investasi) ke dalam bentuk aktiva produktif, yaitu penempatan dana bank pada pihak lain. Hal ini merupakan selisih atau angka lebih dari aktiva produktif dengan hasil penerimaan bank.  Perbankan Syari'ah memperkenalkan sistem pada masyarakat dengan istilah Revenue Sharing, yaitu sistem bagi hasil yang dihitung dari total pendapatan pengelolaan dana tanpa dikurangi dengan biaya pengelolaan dana. Lebih jelasnya Revenue sharing dalam arti perbankan adalah perhitungan bagi hasil didasarkan kepada total seluruh pendapatan yang diterima sebelum dikurangi dengan biaya-biaya yang telah dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan tersebut. Sistem revenue sharing berlaku pada pendapatan bank yang akan dibagikan dihitung berdasarkan pendapatan kotor (gross sales), yang digunakan dalam menghitung bagi hasil untuk produk pendanaan bank. 

B. Jenis-jenis Akad Bagi Hasil
Bentuk-bentuk kontrak kerjasama bagi hasil dalam perbankan syariah secara umum dapat dilakukan dalam empat akad, yaitu Musyarakah, Mudharabah, Muzara’ah dan Musaqah. Namun, pada penerapannya prinsip yang digunakan pada sistem bagi hasil, pada umumnya bank syariah menggunakan kontrak kerjasama pada akad Musyarakah dan Mudharabah. 


1. Musyarakah (Joint Venture Profit & Loss Sharing)
Adalah mencampurkan salah satu dari macam harta dengan harta lainnya sehingga tidak dapat dibedakan di antara keduanya. Dalam pengertian lain musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu di mana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana (atau amal/expertise) dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.


2. Mudharabah (Trustee Profit Sharing)
Adalah suatu pernyataan yang mengandung pengertian bahwa seseorang memberi modal niaga kepada orang lain agar modal itu diniagakan dengan perjanjian keuntungannya dibagi antara dua belah pihak sesuai perjanjian, sedang kerugian ditanggung oleh pemilik modal.[1]

C. Dampak Sistem Bunga Vs Sistem Bagi Hasil dalam Analisis Biaya
            Karakteristik dari sistem bunga dalam analisis biaya produksi adalah biaya bunga yang harus dibayarkan oleh produsen bersifat tetap. Sehingga biaya bunga menjadi bagian dari fixed cost, dengan kata lain, berapapun jumlah output yang diproduksi bunga tetap harus dibayar. konsekuensi lebih lanjut, keberadaan biaya bunga akan meningkatkan total biaya (TC-TC). Dengan menggunakan sistem bagi hasil hal ini tidak terjadi. Naiknya total cost akan mendorong Break Even Point dari titik Q ke Qi. Untuk mengilustrasikan perbedaan dampak dari penggunaan bunga pada sistem bagi hasil dapat digambarkan pada tabel dibawah ini.
Seorang yang menanam padi menghadapi kendala pasar beras sebagai berikut; harga jual beras yang diminta pasar adalah Rp2.000,00 per satu kilogram, bila dua kilogram, makan penerimaannya dari penjualan beras adalah Rp4.000,00 dan seterusnya. Adanya beban bunga yang harus dibayar produsen sama sekali tidak akan memengaruhi kurva penerimaan. Oleh karena itu, kurva total penerimaan (TR) dalam sistem bunga adalah Tri=TR.
            Berbeda dengan sistem bunga, pada sistem bagi hasil, kurva fixed cost tidak terpengaruh, tetapi pemberlakuan sistem ini akan berpengaruh terhadap kurva TR (total revenue). Misalkan pada saat masa tanam, si petani membutuhkan sejumlah dana dari seorang shahibul maal. Diasumsikan antara petani dan shihabul maal membuat kesepakatan bahwa nisbah hasil adalah 70:30 dari penerimaan (70% untuk petani, 30% untuk pemodal/shahibul maal). Contoh, bila terjual satu kilogram, maka bagi hasil yang diterima petani adalah Rp1.400,00, sedangkan porsi bagi hasil untuk shahibul maal adalah Rp600,-. Bila dua kg maka Rp2.800,00 untuk petani dan seterusnya.
Jumlah terjual/(kg)
Penerimaan (Rp)
Bagi hasil (Rp)
1
2
3
4
5
dst
2.000
4.000
6.000
8.000
10.000
dst
1.400
2.800
4.200
5.600
7.000
dst
           
Jadi bila dalam sistem bunga yang berubah adalah kurva TC yaitu kurva TC akan bergeser pararel ke kiri atas, sedangkan dalam sistem bagi hasil yang berubh adalah kurva TR akan berputar kearah jarum jam dengan titik 0 sebagai sumbu putarnya. Semakin besar nisbah bagi hasil yang diberikan pemodal (ekstrimnya limit dari nisbah 0:100) maka kurva TR itu semakin mendekati horizontal sumbu X.
Titik BEP adalah impas, yaitu ketika kurva TR berpotongan dengan kurva TC, atau secara matematis titik BEP terjadi ketika TR=TC. Dengan berputarnya kurva total penerimaan dari TR menjadi TRrs, titik BEP yang tadinya terjadi pada jumlah output Q sekarang menjadi pada jumlah output Qrs.


            Rp                                           TR (total return tanpa revengue sharing)
                                                                    TRrs(total return dengan revenue sharing)
                                                                             TC (total cost)
              BEP tanpa bagi
               hasil                                                  BEP pada saat dengan bagi hasil
                                                                             FC (fixed cost0



 
                                    Q         Qrs




Sistem bagi hasil (revenue sharing) akan mamutar total penerimaan (TR) dari TR ke TRrs. Sehingga jumlah output (Q) yang terjual pada saat Break Event Point berada pada level yang lebih besar (Qrs >Q).
Dari sisi BEP, kita tidak dapat menjawab pertanyaan apakah penggunaan sistem bunga akan membawa perilaku produsen untuk berproduksi pada tingkat output yang lebih kecil, lebih besar atau sama dengan tingkat output sistem bagi hasil?
Di kedua sisi sistem ini, kita mendapatkan bahwa Qi>Q dan Qrs>Q. Apakah Qi>Qrs atau Qi<Qrs atau Qi=Qrs ditentukan dari beberapa besar bunga dibandingkan dengan berapa besar nisbah bagi hasil. Perbedaannnya adalah pada penyebabnya, bila Qi disebabkan naiknya Tc, maka Qrs disebabkan berputarnya TR. Yang pasti adalah bahwa kedua sistem, naik sistem bunga maupun revenue sharing akan menggeser Q menjadi lebih besar. Kenapa bisa demikian? Logika sederhananya begini, bila si petani dalam memproduksi padi tanpa menggunakan sumber modal dari pihak lain maka si petani akan berproduksi dan menjual berasnya pada jumlah yang menyebabkan atau paling sedikit memberikan keuntungan. Contoh keuntungan baru akan didapat apabila jumlah  beras yang diproduksi minimal 100 kg. Namun, apabila sipetani tersebut menggunakan sumber dana (baik dengan sistem bunga maupun bagi hasil) maka tuntutan untuk memenuhi keuntungan minimal adalah lebih besar dari 100kg. Tuntutan ini sebagai konsekuensi atas pembayaran bunga dan bagi hasil yang harus dibagi ke pihak lain. Misalkan, dengan adanya konsekuensi pembayaran bunga atau bagi hasil, keuntungan minimalk baru akan didapat apabila jumlah beras yang diproduksi minimal 120kg. Dengan demikian, karena adanya konsekuensi pembayaran kepada pihak ketiga, maka produsen akan terdorong untuk memproduksi barang pada jumlah yang lebih besar.[2]
D. Kontroversi Sistem Bagi Hasil
Aapabila tanah disewakan dengan sistem bagi hasil, maka disini pemilik tanah akan berbagi hasil dan resiko atas panenan tanah dengan penyewa tanah, misalnya sepertiga, setengah, seperempat atau berapa saja berdasarkan perjanjian yang disepakati bersama. Jadi, pada saat dilakukan penyewaan tanah antara dua pihak ini hanya bersepakat tentang porsi bagi hasilnya, sedangkan secara nyata bagi hasil yang diperoleh baru diketahui setelah panen dilakukan. Sistem bagi hasil seperti ini disebut muzara’ah apabila dilakukan atas tanah pertanian dan disebut musaqah apabila dilakukan atas tanah perkebunan. Dari segi istilah, sistem bagi hasil ini sebenanya tidak tepat jika disebut sewa tetapi lebih tepat disebut kerjasama pengelolah tanah.
            Kebanyakan ulama yang mendukung sistem sewa tanah dengan bagi hasil, miasalnya madzhab hanafi, abu yunus, Muhammad bin Sirin, Allama Sharkashi, Abdul Rahman Jazairi, dan lain-lain. Berpendapat bahwa sistem ini lebih dekat kepada keadlilan dibandingkan dengan sistem sewa tetap (Rahman, 1995, h.272-278). Sistem ini pada hakekatnya adalah sama dengan mudharabah biasa, dimana ia adalah perjanjian kerjasama antara pemilik tanah dengan penyewa tanah. Pemilik tanah adalah shahib al maal karena ia memberi kontribusi tanah (dianalogikan dengan uang) sementara penggarap atau penyewa tanah mudharib karena ia memberi kontribusi wirausaha atau tenaga. Kerjasama muzara’ah atau musaqah dipandang lebih adil, mencerminkan sikap tolong menolong, dan lebih sehat bagi kegiatan ekonomi karena antara penyewa tanah dan pemilik tanah akan menikmati hasil dan menanggung kerugian secara prifesional, sementara dalam sistem sewa teteap tidak ada pembagian yang seperti ini. Lagi pula, jika tanah yang disewaka ini digunakan untuk pertanian maka hasil dari panenan memiliki ketidakpastian yang tinggi, sebab pertanian banyak tergantung pada keadaan alam. Karena adanya ketidakpastian inilah maka penyewaan dengan sistem sewa tetap lebih beresiko menimbulkan ketidakadilan dibandingkan dengan menggunakn sistem bagi hasil.
            Dasar legalitas sistem bagi hasil dalam pengolahan tanah disandarkan pada beberpa faktor historis berikut ini:
            1.Abdullah Bin Umar meriwayatkan, ketika wilayah Khaibar jatuh ketangan kaum muslimin maka sebagian wilayah itu dijadikan milik negara dan sebagian lain dibagikan dikalangan tentara. Kaum yahudi meminta kepada Rasulullah saw agar diizinkan untuk menetap dan mereka akan menggarap tanah dan bersedia menerima separuh dari hasil garapan tanah tersebut. Rasulullah meyetujui tetapi dengan memberi peringatan kepada mereka bahwa mereka harus bersedia meninggalkan tanah tersebut jika mereka melanggar perjanjian tersebut atau negara ingin mengambil (menggunakan) tanah tersebut.
            2. Abu Hurairah berkata bahwa ketika rasululllah saw berhijrah ke madinah kaum anshar menginginkan agar kebun mereka dibagi dua antara mereka dengan kaum muhajirin (pendatang muslim dari makkah). Rasulullah tidak menyetujui permintaan mereka. Setelah itu, kaum anshar meminta kepada kaum muhajirin untuk mejaga/mengolah kebun-kebun mereka dan kemudian hasil tersebut dibagi diantara mereka. Rasulullah kemudian menyutujui cara ini.
            Beberapa sahabat Rasulullah, misalnya Abu Bakar, Umar Bin Khatab, Usman Bin Affan, melaukan kerjasama bagi hasil ini. Diriwayatkan bahwa Usman bin Affan memberikan beberapa lahan kepada Abdullah bin Mas’ud, Amir bin Yaasr, Khubab Bin Arfat, dan Sa’ad bin Jabal telah memberikan tanahnya kepada sahabat lain dengan berbagi hasil selama masa Rasulullah saw, Abu bakar, Umar dan Usman.
            Akan tetapi juga banyak ulama yang tidak sependapat dengan sistem bagi hasil dalam pengelolah tanh ini, termasuk Imam Malik, Imam Syafi’i dan Iman Abu Hanifah. Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa: pertama, Rasulullah saw dengan tegas telah melarang mukhabira, yang dalam bahasa daerah di Madinah diangap memiliki makna yang sama denga muzara’ah, yaitu memadukan penggarapannya antara pemilik tanah dan penggarap yang menyepakati bahwa apapun yang dihasilakan tanah tersebut keduanya akan mendapat bagian tertentu. Kedua, membuat perjanjian pengelohan dengan menyewa tenaga kerja untuk memperoleh sebagia dari hasil produksi sehingga nampak seperti kafiz tahhan yang terlarang itu, jadi dengan sendirinya perjanjian tersebut menjadi terlarang pula. Ketiga, kadar sewanya tergantung jika tanah itu berproduksi berarti ada hasil yang diperoleh tetapi jika rusak maka tidak ada hasil yang diperoleh, jadi sewa menyewa tidak tetap. Oleh karena itu, sistem ini menjadi terlarang.
            Beberapa pendapat yang tidak setuju dengan bagi hasil juga memberikan penafsiran kritis atas pengolah tanah yang dilakukan Rasulullah Saw di Khaibar (yang banyak dijadikan sandaran keabsahan sistem bagi hasil) bahwa:
1. Tanah di Khaibar berupa rimba belantara, bukan berupa tanah bersih. Tanaman yang terdapat dipermukaan tanah tersebut lebih sedikit daripada hamparan pepohonan, sehingga tanaman tersebut mengikuti pepohonannya, atau lebih dominan pohonnya. Oleh karena itu apa yang dilalkukan rasulullah terhadap tanah khaibar ini tidak termasuk penyewaan tanah, melainkan mengairi dengan pembagian-pembagian separuh hasil buahnya untuk penyiram tanah tersebut.
2. Kejadian di Khaibar tidak menampakannya suatu penyewaan tanah atau kerjasama pengolahan tanah tetapi lebih bersifat semacam pembayaran upeti (kepada negara), yang boleh dibayarkan dengan hasil bumi sesuai dengan kesepakatan atau kemampuan mereka.
            Hal lain yang juga dipertanyakan adalah tentang anggapan bahwa sistem bagi hasil disini adalah sama dengan mudharabah biasa. Apakah pemilik tanah benar-benar dapat disamakan dengan shahib al maal dan penggarap atau penyewa tanah adalah mudharib? apakah tanah dapat disamakan denga uang? ketidak sepakatan dengan sistem bagi hasil juga dilandasi, anatara lain oleh hadist berikut. Menurut Rafi’i bin Khadij, keluarganya pernah membeli tanah dan memberikaknya (kepada orang lain) untuk digarap dengan sistem bagi hasil, yaitu mengambil sepertiga atau seperempat atau sejumlah yang telah ditetapkan atas produksi tanah tersebut. Suatu hari salah seoarang pamamnya menemuinya dan menyatakan bahwa Rasulullah telah melarang mereka melakukan suatu urusan yang mendatangkan keuntungan, yaitu menyerahkan tanah dengan persewaan dan pembagian hasil dengan mengabil sepertiga atau seperempat atau sautu ketentuan jumlah. Beliau memerintahkan keapda pemilik tanah agar menggarap tanah mereka sendiri atau menyerahkan kepada orang lain secara Cuma-Cuma. (HR Muslim).[3]
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
            Dari pemaparan materi diatas dapat diambil kesimpulan bahwa, dalam praktek bagi hasil ekonomi islam tentu berkaitan erat dengan praktek bagi hasil dalam perbankan syariah. Walaupun dalam prakteknya sistem bagi hasil hanya dilakukan oleh lembaga-lembaga keuangan syariah saja.
            Sistem bagi hasil ini tentunya tidak akan berjalan mulus apabila kedua belah pihak tidak mematuhi peraturan yang ada dan melanggar akad perjanjian tersebut. Sistem bagi hasil yang ada pada jaman Rasulullah saw menjadi pro dan kontra karena ada beberapa yang berpendapat hal itu masih boleh dilakukan dan ada juga yang berpendapat bahwa hal itu tidak boleh diperbolehkan.
            Demikianlah materi ini disampaikan berdasrkan sumber-sumber yang tepat dan akurat, semoga bermanfaat bagi kita semua











           



DAFTAR PUSTAKA

Adiwarman A Karim, Ekonomi Mikro Islami, Edisi Ketiga, PT Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2010.
M.B. Hendri Anto, Pengantar Ekonomika Mikro Islami, Edisi Pertama, Jalasutra, Yogyakarta, 2003.



[2] Adiwarman A Karim, Ekonomi Mikro Islami, Edisi Ketiga, PT Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2010, Hal 113

[3] M.B. Hendri Anto, Pengantar Ekonomika Mikro Islami, Edisi Pertama, Jalasutra, Yogyakarta, 2003.Hal 197

1 komentar:

  1. Harrah's Las Vegas | The Strip, NV Jobs | JTHub
    Located on 남양주 출장샵 the famous strip in 보령 출장안마 Las Vegas, 안양 출장샵 Harrah's 익산 출장안마 Las Vegas is an easy drive to Las Vegas and easy to get from The LINQ Hotel & Casino. 광주광역 출장안마 Rating: 3.9 · ‎11,657 reviews

    BalasHapus